Tuesday, March 3, 2015

Fenomena Penjual Kartu Di Pinggir Jalan

Fenomena Penjual Kartu Di Pinggir Jalan

Setiap Harinya Tinggal di Kota medan Memang  Sudah Akrab dengan apa yang namanya kemacetan, dan dan razia polisi. Disini saya tertarik melihat kemacetan yang diakibatkan oleh penjual kartu ponsel di pinggir jalan yang tumbuh bak jamur di pinggir jalan. Ini memang suatu fenomena perkembangan industri teknologi di negeri kita Khususnya di kota Medan.  Sekarang ini mobil pribadi yang notabenenya digunakan oleh orang orang kaya untuk berpergian seolah sudah kehilangan kilaunya. Sekarang ini mobil pribadi sudah digunakan untuk banyak hal seperti, dipakai untuk berjualan, dipakai untuk tarik sewa atau lebih sering di gunakan sebagai taksi. Melihat perkembangan teknologi yang semakin cepat pertumbuhannya berbagai berbagai jasa telekomunikasi saling berlomba melakukan inovasi, dan kreasi terhadap produk-produk layananya, bila dibandingkan dengan waktu dulu perusahaan perusahaan jasa telekomunikasi mungkin hanya memiliki produk produk yang terbatas hanya untuk produk lewat komunikasi langsung lewat ponsel maupun jasa layanan short message service (SMS) jadi bisa dibilang kita mengisi pulsa hanya untuk layanan yang dua itu saja. Hal ini tentu berbeda dengan keadaan saat ini karena kebutuhan akan jasa layanan internet sudah semakin meningkat dikalangan masyarakat. Dengan banyaknya peluang yang ada pada jasa layanan internet membuat kita sekarang ini menjadikan internet layaknya kebutuhan primer kita pada saat ini. Apabila dulu layanan internet hanya bisa di akses pada layar monitor komputer yang biasanya kita akses di warnet, tapi sekarang ini sudah banyak teknologi lainnya yang memudahkan kita untuk melakukan akses internet. Dan tentu hal ini juga lah yang mendasari menjamurnya penjualan kartu ponsel di pinggiran jalan di kota Medan. Hampir disemua jalan terdapat penjual kartu HP dengan berbagai diskon yang ditawarkan dan berbagai paket yang menggiurkan dan berbagai bonus yang ada. Setiap hari nya setiap pulang dari kampus petugas Satuan Polisi Pamong Praja sudah bersiap melakukan pengamanan di seputar jalan depan kampus yang dihiasi oleh penjual penjual kartu, saya sedikit tergelitik mengapa ya para penjual ini selalu lebih memilih berjualan didepan kampus, apa mungkin karena naluri mahasiswa yang selalu menunggu datangnya diskon. Hampir setiap  bulan nomor kita dan nomor kawan kawan yang lain selalu ganti tentu alasannya tentu sangat klasik yaitu nopmor lama paketnya sudah mati jadi lebih untung beli yang baru dengan paket bonus yang lebih besar. Memang tidak bisa dipungkiri kalangan mahasiswa cukup intens dengan akses internet, mulai dari mengerjakan tugas tugas kampus sampai dengan akses media sosial lainnya yang cukup di gandrugi oleh kaula muda. Jadi bisa dikatakan penjual kartu di pinggir jalan itu juga merupakan suatu keuntungan bagi masyarakat khususnya anak anak muda karena memberi kemudahan bagi masyarakat untuk dapat mengakses internet meski  selalu membuat jalanan menjadi macet untuk dilalui. Jadi fenomena penjual kartu dipinggir jalan ini menjadi suatu fenomena baru dinegeri kita khususnya di kota Medan yang di karenakan oleh perkembangan industri teknologi yang semakin pesat.

KONFLIK DI NEGERIKU


KONFLIK DI NEGERIKU
Semenjak pemilu pada tahun 2013 lalu negara kita seolah tiada habisnya  dengan konflik yang berkepanjangan di pemerintahan, masih segar di ingatan kita bagaimana konflik yang terjadi antara dua kubu koalisi partai politik saling bertarung untuk memperoleh keuntungan masing masing yang seolah haus akan kekuasaan, koalisi merah putih yang akrab disapa dengan KMP dan Koalisi Indonesia hebat atau KIH saling bertarung dalam perolehan posisi pimpinan DPR dan pimpinan pimpinan fraksi di DPR, hal ini juga tidak terlepas dari pasca pemilu presiden dimana koalisi merah putih yang mengusung pasangan Prabowo-Hatta, harus kandas dengan pasangan Jokowi-Jk yang diusung oleh Koalisi Indonesia Hebat. Seolah tidak puas dengan kekalahannya pasangan Prabowo-Hatta melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi bahwa telah terjadi banyak kecurangan selama proses pemilihan presiden, namun apalah daya setelah melalui banyak proses tahapan tahapan dalam proses peradilan yang cukup alot dan menghadirkan beberapa saksi dari berbagai wilayah Indonesia ternyata tidak ada bukti yang cukup kuat untuk mengabulkan gugatan Prabowo-Hatta dan akhirnya pasangan Jokowi-JK dinyatakan menang dalam proses pemilihan presiden. Namun ternyata setelah Jokowi-JK dinyatakan menang konflik antara KMP-KIH juga belum reda, koalisi merah putih yang memiliki kursi lebih banyak di DPR melakukan beberapa perubahan pada Undang-Undang diantaranya undang-undang MPR, DPR, DPD, DPRD atau yang akrab disebut undang-undang MD3 yang dalam hal ini bisa dilihat bahwa koalisi yang lebih kuat tentu sangat diuntungkan karena pengambilan keputusan lebih banyak dilakukan melalui voting dan akhirnya koalisi merah putih mendapatkan hasil kerja kerasnya dengan menguasai semua pucuk pimpinan DPR. Merasa belum puas dengan kekalahan di pilpres koalisi merah putih mulai melakukan amandemen terhadap undang-undang yaitu pemilihan kepala daearah tidak lagi secara langsung oleh rakyat melainkan dipilih oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dengan dalih pemilihan secara langsung sarat dengan politik uang, tentu ini akan menjadi kemuduran demokrasi di negeri kita. Dan karena hal ini wakil gubernur DKI Jakarta saat itu Basuki Tchaya Purnama yang akrab disapa Ahok keluar dari partai yang mengusung beliau pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta bersama presiden kita saat ini yaitu Joko Widodo, yaitu partai Gerindra karena beliau tidak setuju kalau pemilihan kepala daerah dilakukan oleh anggota DPRD, hal ini membuat kontroversi dimasyarakat maupun anggota dewan sendiri karena menuai pro dan kotra dimasyarakat. Melihat dinamika politik di negara kita saat ini masyarakat kita menjadi bingung karena konflik di negeri ini yang seolah tiada reda, konflik kemudian dilanjutkan dengan polemik antara KPK dan Polri yang bermula pada saat presiden Joko Widodo mengusulkan nama calon kapolri kepada fraksi di DPR yaitu Budi Gunawan yang akrab disapa BG namun hal ini terhalang oleh pernyataan KPK karena terindikasi melakukan tindak pidana korupsi karena kepemilikan rekening gendut.  Ini menjadi cikal bakal konflik  antara KPK-Polri yang biasa disebut konflik cicak vs buaya. Budi gunawan yang tidak terima dinyatakan melakukan tindak pidana korupsi tidak terima dengan pernyataan tersebut dan megambil jalur hukum yaitu lewat proses pra peradilan, setelah proses pra peradilan berjalan Budi Gunawan dinyatakan tidak bersalah namun hal itu tetap tidak menghentikan proses penyidikan di KPK. konflik ini menjadi konflik yang cukup pelik karena antara KPK dan Polri terlihat saling menuding dan konflik ini harus berakhir setelah presiden  Joko Widodo membentuk tim independen dan mengambil keputusan yaitu dengan membatalkan pelantikan budi gunawan dan pemberhentian dua pimpinan KPK  yaitu Abraham Samad dan Bambang Wijoyanto karena dianggap bermasalah dengan hukum. Melihat nasip yang dialami oleh Budi Gunawan setelah dinyatakan tidak bersalah setelah melalui proses pra peradilan para tersangka tindak pidana korupsi seolah berlomba mengajukan proses pra peradilan dan tentu berharap dimenangkan dengan dengan peryataan tidak bersalah oleh pengadilan. Lalu kalau seperti ini terus bagaimana keadilan dapat dicapai di negeri ini ?.

Baru baru ini konflik pemerintahan terjadi lagi di ibukota negara kita yaitu konflik antara gubernur basuki Thcahya Purnama atau ahok dengan anggota Dewan perwakilan rakyat daerah jakarta terkait masalah anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk tahun 2015 yang terkait dengan dana siluman yang berujung pada dilakukannya hak angket Kepada ahok oleh anggota parlemen.