Meniti
peluang Indonesia Di Sudirman 2015
Tahun
2015 sebentar lagi sudah didepan mata, banyak hal yang telah dilalui oleh Bulutangkis di negeri kita ini, mulai dari
berbagai kejuaraan Super Series, Super Series Premier, Grand prix ataupun Grand
Prix Gold.
Disini
penulis tertarik melihat peluang Indonesia di Piala Sudirman yang akan digelar
sebentar lagi. Melihat dari sejarah, Indonesia adalah negara pertama
penyelenggara Piala Sudirman, yang namanya diambil dari salah satu pahlawan
kita yaitu pada tahun 1989, kala itu Indonesia
berhasil keluar sebagai pemenang, dan itu menjadi satu-satunya Piala Sudirman
yang pernah dimenangkan Indonesia
didepan publik sendiri. Lalu bagaimana dengan bulutangkis kita sekarang ini,
berkaca dari pengalaman kita dari
event-event sebelumnya terkadang kita hanya bisa sebagai penonton di partai
puncak saat wakil negara kita tak satupun yang berhasil masuk ke partai final,
masih segar diingatan kita bagaimana piala Thomas dan Uber yang dilakukan
beberapa bulan yang lalu, tim Thomas
yang berada pada unggulan pertama dan digadang gadang akan membawa pulang Piala
Thomas ke pangkuan Ibu Pertiwi justru harus puas dengan medali perunggu dimana
tim kita harus kandas dengan tim Malasya 3-0 dibabak semifinal, meskipun
malaysa juga harus puas diposisi runner up setelah ditumbangkan oleh tim Thomas
Jepang yang keluar sebagai juara dan untuk pertama kalinya Negeri Sakura itu
berhasil juara pada kejuaraan bergengsi tersebut. Lalu bagaimana dengan kita, apakah
nanti tim kita berhasil membawa pulang piala Sudirman untuk kedua kalinya,
mengingat kita juga harus tersisih di penyisihan grup pada Piala Sudirman 2013
setelah kalah nyesek dari unggulan satu Tiongkok
dengan skor 3-2, ini merupakan poin paling kritis karena pada saat
penyelenggaraan tersebut tidak ada satu negara yang berhasil mencuri dua poin dari Tiongkok setelah di final Tiongkok
melumat habis korea selatan 3-0 ini untuk kesembilan kalinya Tiongkok membawa
pulang Piala Sudirman karena sejak tahun 1995 Tiongkok terus mendominasi dan
hanya sekali kalah ditahun 2003 dari korea selatan, memang tidak dapat
dipungkiri pemain-pemain Tiongkok seolah tidak pernah kehilangan regenerasi dan
selalu kokoh bak tembok raksasa China yang selalu berada dipunjak kejayaan bulutangkis dunia,
seringkali dalam even-even besar Tiongkok bahkan sering sapu bersih semua gelar
juara baik itu untuk tim putra maupun tim putri. Terlepas dari semua itu
bagaimana regenerasi pemain kita, semenjak memasuki tahun duaribuan bulutangkis
kita seolah olah sudah kehilangan taringnya, kita sudah tidak bisa lagi
mendominasi bulutangkis dunia, meskipun beberapa atlet kita masih bisa
berprestasi dalam kejuaraan-kejuaraan besar. Dan yang paling memprihatinkan
yaitu pada sektor tunggal putri kita, mengingat sekarang ini sektor tunggal
putri sudah sangat nihil gelar, berbeda sekali pada jamannya Susi Susanti yang
saat itu mampu bersaing dengan pemain-pemain kelas dunia dan menjadikan beliau
menjadi seorang legenda bulutangkis Indonesia dengan raihan berbagai gelar
diantaranya empat kali juara All england, juara Olimpiade dan berbagai gelar
juara lainnya. Sepeninggal Susi tunggal putri indonesia seolah mati suri,
memang sempat ada namanya Mia Audina yang sudah berprestasi sejak umurnya masih
sangat muda yakni sebagai penentu kemenangan Tim Uber Indonesia pada tahun 1994 saat berhadapan dengan China pada waktu itu
dengan mengalahkan Zhang Ning. Namun kita tidak dapat berbuat banyak karena Mia
juga harus hijrah ke Belanda setelah dia menikah dengan Orang belanda dan
pindah kewarganegaraan. Sejak saat itu belum ada atlet putri kita yang mampu
seperti Susi Susanti maupun Mia Audina, kita bahkan ketinggalan dengan negara
tetangga seperti Thailand ataupun India dimana mereka mempunyai pemain-pemain
yang sangat unggul dan bahkan mampu mengalahkan pemain-pemain Tiongkok.
Terlepas dari semua itu baru saja kita melihat berakhirnya turnamen Axiata cup
yang bilamana indonesia harus puas pada posisi runner up setelah kalah selisih
poin dengan Thailand ini merupakan suatu pelajaran pada pelatihan bulutangkis
kita supaya dapat mengorbitkan pemain-pemain yang mampu bersaing dalam kekuatan
bulutangkis dunia dan mampu menyamai rekor yang dimiliki Tiongkok dengan titel
sembilan kali juara piala Sudirman. Ini menjadi PR besar bagi pelatihan
bulutangkis kita mengingat Piala Sudirman mempertandingkan semua partai yang
ada didalam bulutangkis yakni Tunggal
putra, Tunggal Putri, Ganda Putra, Ganda Putri, dan Ganda Campuran jadi
pembenahan buluutangkis itu harus meliputi semua sektor. Dengan ini diharapkan
dengan pemerintahan yang baru bulu tangkis kita dapat berjaya kembali seperti
masa keemasannya pada tahun 90-an dengan pembinaan yang semakin baik dan
pembenahan dari semua sektor supaya olahraga dinegeri kita mampu bersaing
dengan negara-negara lainnya didunia.